Wednesday, 24 July 2013

Penerapan Konsep Geomorfologi

Konsep Geomorfologi sebagai Landasan Berfikir Penyelesaian Masalah Kebencanaan

Konsep geomorfologi merupakan suatu konsep utama yang digunakan dalam memahami objek, gejala atau fenomena geomorfologi. Konsep ini digunakan untuk mengkaji objek-objek ilmu geomorfologi. Menurut Thornbury (1969), terdapat 10 konsep geomorfologi yaitu: 

1. Proses – proses fiskal yang sama dan hukum – hukumnya yang bekerja saat ini telah berlangsung sepanjang waktu geologi meskipun intensitasnya tidak selalu sama seperti sekarang. 

2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol dominan dalam evolusi bentuklahan dan tercerim padanya. 

3. Pada tingkat tertentu permukaan bumi mempunyai relief karena proses geomorfik bekerja dengan kecepatan yang berbeda. 

4. Proses – proses geomorfik meninggalkan bekas yang nyata pada bentuklahan dan setiap prosesnya berkembang sesuai dengan karakteristik bentuklahan. 

5. Disebabkan karena tenaga erosional yang bekerja di permukaan bumi itu berbeda – beda maka terjadi suatu tingkat urutan perkembangan bentuklahan. 

6. Evolusi geomorfik yang kompleks itu lebih umum terjadi daripada yang sederhana. 

7. Bentuklahan di permukaan bumi yang berumur lebih tua dari tersier jarang dijumpai dan kebanyakan berumur kuarter. 

8. Penafsiran secara tepat terhadap bentangalam saat ini tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan perubahan iklim dan geologi yang terjadi selama zaman kuarter. 

9. Pemahaman iklim dunia sangat penting untuk memahami proses geomorfk yang berbeda – beda. 

10. Walaupun fokus geomorfologi pada bentuklahan masa kini, namun untuk mempelajarinya diperlukan pengetahuan sejarah perkembangannya. 



Wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dilewati Ring of Fire (Lingkaran Api). Selain banyak mengalami gempa bumi, wilayah Indonesia juga memiliki deretan gunung berapi. Salah satu gunung berapi teraktif di dunia terdapat di Indonesia yaitu Gunung Merapi. Tepatnya Gunung Merapi terletak di daerah perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai wilayah yang memiliki bentukanlahan vulkanisme, Gunung Merapi juga merupakan hulu dari beberapa sungai seperti Sungai Putih, Sungai Batang, Sungai Senowo, dan Sungai Lamat. 

Wilayah di sekitar Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia memiliki potensi bencana yang cukup besar. Tidak hanya bencana primer yang berasal dari letusan Gunung Merapi melainkan adanya pula bencana sekunder berupa banjir lahar. Bencana primer yang berupa erupsi dalam bentuk lahar panas, debu dan abu vulkanik serta material-material piroklastik yang keluar dari perut bumi membawa ancaman di wilayah sekitar lereng Gunung Merapi. Sedangkan bencana sekunder berupa banjir lahar yang mengalir melalui sungai. Bencana sekunder ini lebih berbahaya dibandingkan bencana primer karena mengancam wilayah yang lebih luas. Banjir lahar disebabkan karena hujan yang turun di Gunung Merapi sehingga airnya mengalirkan material-material hasil erupsi berupa bebatuan, kerikil, pasir dan material piroklastik lain bercampur dengan air. Alirannya mengalir melaui sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Kecepatannya dipengaruhi oleh massa jenis campuran air dan material hasil erupsi lebih berat dan didorong gaya gravitasi yang cukup besar karena Gunung Merapi merupakan gunung api strato dengan kemiringan yang cukup terjal. Aliran banjir lahar sangat membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitar aliran sungai. 

Bencana banjir lahar perlu dikaji untuk menemukan metode untuk memecahkan permasalahan yang menimpa wilayah dan masyarakat hulu sungai di lereng Merapi bahkan hingga ke hilir sungai. Pengkajian suatu masalah diperlukan suatu konsep geomorfologi yang digunakan sebagai kerangka berfikir pembahasan objek geografi. Permasalahan bajir lahar yang terjadi di wilayah DIY dan Jawa Tengah yang berasal dari Gunung Merapi dapat dikaji berdasarkan konsep geomorfologi pertama yang menyatakan bahwa proses – proses fiskal yang sama dan hukum – hukumnya yang bekerja saat ini telah berlangsung sepanjang waktu geologi meskipun intensitasnya tidak selalu sama seperti sekarang. Erupsi Merapi telah terjadi sejak zaman dahulu ketika Gunung Merapi mulai aktif, demikian pula dengan banjir lahar. Pada mulanya sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi memiliki morfologi dasar sungai lebih dalam daripada sekarang. Akibat adanya banjir lahar mengakibatkan kedalaman sungai menjadi semakin dangkal karena adanya proses pengendapan material yang dibawa banjir lahar. Volume endapan yang terjadi dapat digunakan untuk mengetahui intensitas banjr lahar dan erupsi yang terjadi dari masa ke masa. Semakin banyak endapan yang terbentuk semakin besar intensitas banjir lahar dan erupsi yang terjadi. 

Akibat dari semakin mendangkalnya dasar sungai, kapasitas air yang dapat ditampung semakin sedikit. Sehingga ketika terjadi banjir lahar, air bercampur material vulkanis akan meluap dan menerjang pemukiman dan yang berada pada wilayah aliran sungai. Mengakibatkan bahaya yang mengancam masyarakat dan merusak fasilitas serta lingkungan. Menggunakan prinsip geomorfologi pertama ini, apabila kondisi dasar sungai dapat dikembalikan seperti semula atau setidaknya mengurangi volume endapan dasar sungai maka akan meminimalisair bahkan mencegah meluapnya aliran lahar dingin. 

Selain menggunakan prinsip geomorfologi pertama, sebagai landasan berfikir mencari penyelesaian suatu masalah dapat juga menggunakan prinsip geomorfologi keempat yang menyatakan bahwa proses – proses geomorfik meninggalkan bekas yang nyata pada bentuk lahan dan setiap prosesnya berkembang sesuai dengan karakteristik bentuklahan. Merupakan proses yang alamiah apabila terjadi pengendapan di sepanjang aliran sungai yang berhulu pada gunung berapi akibat terjadinya banjir lahar. Menjadikan proses dan bentukan seperti itu ciri khas yang ada pada bentuklahan vulkanis. Banjir lahar merupakan proses geomorfik karena akibat adanya banjir lahar ini terbentuk morfologi yang berbeda pada dasar sungai. Apabila banjir lahar terus menerus terjadi maka tidak mustahil apabila suatu saat dasar sungai semakin terangkat dan aliran air akan membuat aliran baru dengan posisi yang lebih rendah dari aliran sungai sebelumnya. Hal ini akan mengancam masyarakat yang berada di wilayah aliran sungai. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah terjadinya bencana yang lebih besar lagi. Solusi yang ditawarkan yaitu relokasi warga yang berada di bantaran dan wilayah aliran sungai agar masyarakatnya lebih aman dari terjangan banjir lahar. Tetapi solusi ini masih sangat sulit direalisasikan karena permasalahan yang sangat kompleks, seperti tidak tersedianya lahan pemukiman lain. Opsi lain untuk penyelesian masalah yaitu dengan mengeruk endapan material yang terdapat di dasar sungai. Pengerukan dasar sungai bisa dilakukan agar aliran air maupun lahar dingin tetap berada pada lajur yang seharusnya. 

Konsep-konsep geomorfologi sangat penting untuk dipahami karena sangat berguna bagi seorang geograf untuk mencari penyelesaian masalah yang berkaitan dengan objek kajian geomorfologi. Ketika telah turun dalam masyarakat seorang geograf dengan dan berdasar ilmu yang dimiliki dapat menyelamatkan kondisi lingkungan dan nyawa masyarakat.


by: Erika Dwi Candra

No comments:

Post a Comment