Wednesday 24 July 2013

Contoh Pelanggaran HAM

Hilangnya Keadilan Sebagai Bentuk Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, begitulah bunyi sila kelima Pancasila. Sila yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Keadilan di Indonesia memang masih sulit diwujudkan. Banyak kasus ketidak adilan dialami warga negara Indonesia di dalam negaranya sendiri yang notabene merupakan negara hukum. Berikut salah satu contoh kasus dimana keadilan menjadi satu hal yang sangat samar yang diambil dari harian terkemuka Indonesia: 

Sandal Jepit Menjepit Keadilan Sosial 

Perbuatan mencuri memang tidak baik dan diperkenankan dalam banyak norma sosial dan budaya. Cilakanya ini menimpa pada anak-anak yang masih harus dilindungi dan tidak bisa dikriminalkan (sebisanya). Kriteria anak pun menurut konvensi-konvensi yang ada yaitu seseorang yang berumur di bawah 18 tahun. Semoga saja masih ada hati nurani dalam hukum di negeri kita. 

Kasus sandal jepit ini bermula Mei lalu saat Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng, mengaku kehilangan sandal merek Eiger di rumah kostnya di jalan Zebra. Saat itu, Briptu Rusdi menuduh AAL yang kebetulan lewat saat dia mencari sandalnya. AAL ketika itu masih pelajar SMP. 

Atas tuduhan ini, AAL mengelak, tapi Briptu Rusdi tetap menuduh bahkan memanggil rekannya di bagian Reserse Kriminal Khusus Polda Sulteng Briptu Simson J Sipayang untuk ikut mengionterogasi. Karena AAL terus mengelak, keduanya lalu memukul AAL. 

Tak tahan dipukuli, AAL kemudian mengaku pernah menemukan sandal jepit merek Ando sekitar 25 km dari kamar kos Briptu Rusdi. Entah mengapa, sandal jepit ini yang kemudian digunakan Briptu Rusdi untuk menyeret AAL ke pengadilan. 

Di pengadilan pun terjadi dialog agak aneh saat hakim maupun pengacara menanya Briptu Rusdi dari mana dia yakin bahwa sandal jepit tersebur miliknya. Saat itu Briptu Rusdi menjawab ada kontak batin. Saat hakim meminta Briptu Rusdi mencoba sandal tersebut, tampak jelas sandal itu kekecilan untuk kaki Briptu Rusdi yang besar. 

Atas kejadian pemukulan anaknya , Ebert Nicolas Lagaronda ayah AAL kemudian melaporkan Briptu Rusdi dan Briptu Simson ke Divisi Propam Polda Sulteng. Briptu Rusdi sempat meminta laporan ini dicabut, tapi orang tua AAL tetap meneruskan laporannya, berikut bukti visum. 

Untuk kasus penganiayaan ini, Briptu Simson telah dijatuhi hukuman kurungan 21 hari dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dalam sidang Kode Etik dan Disiplin yang digelar Divisi Propam Polda Sulteng, Rabu (28/12/2011). Adapun Briptu Rusdi masih menjalani sidang disiplin. 

Rencananya, pengacara AAL juga akan memerkarakan Briptu Rusdi ke pengadilan umum untuk kasus penganiayaan anak dibawah umur. "Bukti visumnya ada, dan putusan dari majelis kode etik juga sudah ada. Jadi kami siap memperkarakan penganiayaan ini," kata Syahrir Zakaria, salah seorang pengacara AAL. 

Sumber: Kompas.com 

Berbagai tanggapan bermunculan mengecam kasus yang menimpa seorang anak yang harus diseret ke meja hijau hanya karena sandal jepit. Salah satu potret penegakan hukum di Indonesia. Di mana keadilan terasa begitu samar. Salah seorang blogger ikut menanggapi masalah ini dengan menulis: 

Impotensi Hukum di Negeri Begajul 

Jelas sekali tebang pilih, dan impotensi peradilan di negeri begajul. Tak bisa membedakan apa yang bisa diselesaikan secara wajar dan tidak. Kasus korupsi jelas akan selalu dapat di selamatkan karena ada yang bisa di bagi, sementara jika sandal jepit, seekor ayam, biji jambu di ladang, jelas tidak bisa di bagi dan dijadikan nominal di rekening bank. Masih beruntung ada banyak masjid yang ketika Jumatan atau shalat berjamaah ada yang kehilangan sandal dan tidak menuntut apa-apa, di ikhlaskan, meski harus pulang tanpa alas kaki. Namun tempat ibadah juga kadang menjadi komoditas dalam perijinan yang seringkali menjadi kasus dan ramai dibicarakan bahkan menjadi penyulut kerusuhan. Sulit memang menentukan sesuatu ke dalam kategori waras dalam wacana negeri yang hukumnya impoten namun memiliki libido luar biasa untuk menindas atas nama pembagian nominal rekening bank. 

Sumber: http://suryaden.com/brain-damage/keadilan-sandal-jepit 


Keadilan merupakan hak semua rakyat Indonesia. Keberadaannya pun di jamin dalam Undang-undang Dasar bersamaan dengan hak semua rakyat mendapat pengakuan dan perlindungan yang sama di hadapan hukum. Hak memperoleh keadilan juga tertuang dalam Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hal itu menjadikan tidak diberikannya keadilan bagi anak yang dituduh mencuri sendal jepit merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hak Asasi merupakan hak yang paling dasar sehingga hak ini harus terpenuhi dalam keberlangsungan hidup manusia. Para pembuat keputusan harus melihat permasalahan dalam konteks global. Bandingkan seorang koruptor yang mencuri uang rakyat bernilai triliunan rupiah dengan seorang anak kecil yang dituduh mencuri sendal jepit seorang polisi. Keadilan harus ditegakkan, Indonesia mengakui memperoleh keadilan adalah salah satu hak yang dimiliki rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya Hak Asasi Manusia di hadapan dunia Internasional. Apabila Bangsa Indonesia tidak mau disebut sebagai bangsa yang tidak mengakui adanya HAM maka Indonesia harus bersikap tegas terhadap kasus-kasus yang tidak mengutamakan keadilan. Institusi kepolisian dan kejaksaan harus menggunakan hati nurani dan akal sehat dalam menghadapi kasus-kasus seperti ini. Keadilan bagi rakyat Indonesia tidak boleh direnggut hanya karna hukum memihak pada kalangan atas. Sebagai salah satu tujuan hidup bangsa Indonesia, keadilan sosial harus ditegakkan.

by: Erika Dwi Candra

No comments:

Post a Comment